Senin, 25 November 2013

Responding Papers Perempuan, Islam dan Perubahan Sosial dalam Islam

Perempuan, Islam dan Perubahan Sosial dalam Islam
Oleh: Nurjaman
·         persoalan gender berpotensi untuk menimbulkan konflik dan perubahan sosial, karena sistem patriarki yang berkembang luas dalam berbagai masyarakat menempatkan perempuan pada posisi yang tidak diuntungkan secara kultural, struktural, dan ekologis.
·         Menurut Johnson, ada beberapa hal yang dapat menjadi indikator penghambat perubahan sosial dalam kaitannya dengan tuntutan persamaan hak laki-laki dan perempuan, yaitu:

a.       Struktur Sosial
b.      Perempuan sebagai Kelompok Minoritas Unik
c.       Pengaruh Mitos
·         Sebenarnya, bukti arkeologis menunjukkan bahwa wanita dihormati sebelum bangkitnya masyarakat perkotaan dan statusnya merosot seiring dengan munculnya pusat-pusat perkotaan dan negara-kota.
·         Perubahan hukum yang mengubah Patriarki
a.       Kode Hamurabi
Di dalam kode ini, ketentuan-ketentuan khusus yang sifatnya membatasi perempuan sudah diterapkan. Pemberian hak-hak istimewa kepada laki-laki dan pembatasan-pembatasan terhadap perempuan sudah ditemukan dalamnya, seperti ayah atau suami dalam suatu keluarga memegang peranan utama dan kewenangan yang tak terbatas, hak-hak laki-laki lebih diutamakan daripada perempuan, dan tidak sah suatu perkawinan tanpa restu dan izin dari ayah.
b.      Kode Asyiria
Louis M. Epstein mengisyaratkan bahwa Kode Asyiria ini lebih ketat lagi pembatasannya kepada perempuan dibanding Kode Hammurabi. Contoh: Kode Asyiria mengatur sampai kepada urusan busana perempuan, misalnya seorang istri, anak perempuan, dan janda keluarga kerajaan atau kalangan terhormat yang akan bepergian atau mengunjungi tempat-tempat umum harus mengenakan kerudung (hijab). Sedangkan wanita dari kalangan bawah dilarang mengenakannya, bagi mereka yang secara ilegal mengenakan hijab akan dikenai: hukuman cambuk, dengan kepala dituangi ter, dan telinga mereka dipotong.
·         Pada masa-masa berikutnya, masa kekuasaan Kerajaan Achimed maupun Kerajaan Romawi-Byzantium dan Kerajaan Sasania-Persia, posisi perempuan belum menunjukkan tanda-tanda kemajuan. Bahkan cenderung semakin terpojok, karena hukum-hukum yang berlaku di dalam masyarakat adalah perpaduan antara warisan nilai-nilai Mesopotamia dan nilai-nilai religius yang bersumber dari kitab-kitab suci, seperti Perjanjian Lama, Perjanjian Baru, dan Kitab Talmud.
·         ketika masyarakat terwujud dengan sistem matriarki, perempuan menempati posisi yang ‘tinggi’. Namun kemudian ketika tatanan masyarakat berubah, posisi perempuan pun berubah. Yang pada awalnya matriarki, beralih menjadi patriarki.
·         Hal ini kemudian yang memaksa perempuan menempati posisi yang ‘rendah’. Dan hal itu berlangsung dalam suatu proses yang panjang.
·         Pada masa awal kelahiran Islam, kalangan perempuan menyambutnya dengan antusias, karena misi islam ialah pembebasan dari penindasan. Dan banyak tokoh perempuan yang kemudian memegang peran penting dalam pembangunan masyarakat muslim di masa ini, khususnya pada kebangkitan Islam di timur.
·         Setelah Rasulullah Muhammad wafat itu semu menghilang. Sejarah marjinalisasi perempuan seolah ‘terulang-kembali’. Dan itu mungkin terasa sampai saat sekarang ini. Dan hal ini mengundang tanda tanya besar, sehingga memerlukan kajian yang lebih mendalam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar