Senin, 25 November 2013

Responding Pepers Teori Feminis

Teori Feminis
Oleh: Nurjaman
Feminisme adalah sebuah fenomena sosial. menurut Dr. Ratna Megawangi seorang feminis Indonesia, feminisme dalam pengertian yang lebih luas adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya.
Dari sekian banyak teori yang digunakan untuk mengetahui latar belakang perbedaan dan persamaan peran gender, dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa teori berikut:

1.      Teori Psikoanalisa (Teori Identifikasi) yang menganggap bahwa perilaku dan kepribadian laki-laki dan perempuan sejak awal ditentukan oleh perkembangan seksualitas. Teori ini diperkenalkan pertama kali oleh Sigmund Freud (1856-1939) kemudian oleh Karen Horney. Di dalam pendapatnya mengenai pembentukan kepribadian antara Freud dan Horney menekankan pada faktor anatomi biologis. Bedanya, Freud menitikberatkan pada faktor penis dan semata-mata pada faktor biologis sedangkan Horney pada faktor rahim dan tidak mengecualikan faktor kultur dalam pembentukan kepribadian.
2.      Teori fungsionalis struktural, yang menganggap bahwa stratifikasi peran gender dalam masyarakat tersebut terintegrasi dalam sistem sosial. Teori ini berangkat dari asumsi bahwa masyarakat terdiri atas berbagai bagian yang saling mempengaruhi. R. Dahrendolf meringkaskan prinsip-prinsip teori ini yaitu:
a.        Masyarakat adalah kesatuan dari berbagai bagian;
b.       Sistem sosial senantiasa terpelihara karena mempunyai perangkat mekanisme kontrol;
c.       Bagian yang tidak berfungsi dapat dipelihara dengan sendirinya atau hal itu melembaga dalam waktu yang lama;
d.      Perubahan terjadi secara berangsur-angsur;
e.       Sistem nilai adalah bagian yang paling stabil dalam sistem masyarakat.
3.      Teori konflik, yaitu teori yang lebih menekankan pada pembagian kelas, sebagian diuntungkan dan sebagian dirugikan. Dasar ekonomi yang tidak adil memicu terjadinya konflik dan perubahan sosial. Karena terlalu berorientasi ekonomi dan menafikan semua faktor biologis, maka timbullah subordinasi perempuan.
4.      Teori feminis, teori ini menganggap bahwa kodrat perempuan tidak ditentukan oleh faktor biologis melainkan faktor budaya masyarakat. Oleh karena itu, sistem patriarkhi perlu ditinjau karena merugikan perempuan. Kemitrasejajaran laki-laki dan perempuan diusulkan sebagai ideologi dalam tata dunia baru.
5.      Teori sosio–biologis, teori yang menggabungkan faktor biologis dan faktor sosial menyebabkan laki-laki lebih unggul daripada perempuan. Fungsi reproduksi perempuan dianggap sebagai faktor penghambat untuk mengimbangi kekuatan dan peran laki-laki.



Persoalan mengenai mengapa kaum perempuan mengalami ketertindasan dan ketidakadilan, hal ini telah memunculkan berbagai aliran dalam feminisme.
Pertama, Feminisme Sosialis. Aliran ini mulai berkembang di Jerman dan di Rusia dengan menampilkan beberapa tokohnya, seperti Clara Zetkin (1857-1933) dan Rosa Luxemburg (1871-1919). Ideologi Marx-Engels telah dilakukan oleh feminis yang berorientasi sosialisme. Feminisme sosialis adalah gerakan yang berusaha membebaskan perempuan dengan cara melalui perubahan struktur patriarkat. Tujuannya agar kesetaraan gender dapat terwujud. Perwujudan kesetaraan gender adalah salah satu syarat penting dalam
menciptakan masyarakat tanpa kelas, egaliter, atau tanpa hierarki horizontal. Feminis sosial melihat kedudukan kaum perempuan identik dengan kaum proletar pada masyarakat kapitalis Barat. Menurut feminis sosialis, mencari akar permasalahan dari perempuan identik dengan proletar dianggap penting. Di situ ia mengaitkan dominasi laki-laki dengan proses kapitalisme.
Kedua, Feminisme Radikal. Aliran ini berkembang pesat di AS pada kurun waktu 1960-an dan 1970-an. Aliran ini berpendapat bahwa, ketidakadilan gender bersumber dari perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan. Mereka melihat adanya struktur masyarakat dilandaskan pada hubungan hierarkis berdasarkan jenis kelamin. Laki-laki sebagai suatu kelompok sosial mendominasi kaum perempuan sebagai kategori sosial yang lain. Kaum feminis radikal menanggapi dua konsep yang dianggap penting yaitu, patriarkhi dan seksualitas. Kaum feminis radikal mengacu ke aspek sistemik dari subordinasi perempuan sebagai akibat adanya patriarkhi. Kaum feminis radikal menganggap setiap laki-laki pasti negatif dan menindas, karenanya perlu dijauhi. Antipati terhadap makhluk laki-laki membuat mereka ingin memisahkan diri dari budaya maskulin dan membentuk budaya kelompoknya sendiri.

Ketiga, Feminisme Liberal. Aliran ini berkembang di Barat pada abad ke-18 dengan menampilkan beberapa tokohnya, seperti Margaret Fuller (1810-1850), Harriet Martineu (1902-1876), Angelina Grimke (1792-1873), dan Susan Anthony (1820-1906). Menurut feminis liberal bahwa setiap laki-laki maupun perempuan mempunyai hak mengembangkan kemampuan dan rasionalitasnya secara optimal, tidak ada lembaga atau individu yang membatasi hak itu, sedangkan negara diharapkan hanya untuk menjamin agar hak tersebut terlaksana. Diskriminasi seksual hanyalah pelanggaran hak asasi. Menurutnya untuk mencapai tujuan itu ada dua cara, yaitu: a). Dengan pendekatan psikologis yang membangkitkan kesadaran individu, antara lain melalui diskusi-diskusi yang membicarakan pengalaman-pengalaman perempuan pada masyarakat yang dikuasai laki-laki. b). Dengan menuntut pembaruan-pembaruan hukum yang tidak menguntungkan perempuan dan mengubah hukum menjadi peraturan-peraturan baru yang memperlakukan perempuan setara dengan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme liberal memfokuskan perjuangan pada perubahan segala undang-undang dan hukum yang dianggap dapat melestarikan institusi keluarga yang patriarki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar