Relasi Gender dalam Agama Kristen
Oleh: Nurjaman
· Laki-laki dan perempuan, meskipun berbeda dalan
berbagai hal, tetap merupakan pribadi-pribadi yang mempunyai nilai yang sama.
Karena keduanya diciptakan berdasarkan "gambar" Tuhan.
· Namun dalam tradisi agama Kristen, juga
terdapat ajaran bahwa kepemimpinan laki-laki bersifat kodrati dan given dari
Tuhan. Oleh karenanya, upaya mempersamakan laki-laki dan perempuan dalam
konteks ini, juga dianggap sebagai melawan hukum Tuhan.
·
Ajaran
semacam itu, tampak pada naskah pasca-Paulus dalam perjanjian Baru, yang
mensistematisir agama Kristen Patriarkhal. Dengan demikian, ajaran ini
berlawanan dengan sistem ajaran Kristen kerakyatan awal.
· Pada gerakan Kristen akhir-akhir ini, terdapat
banyak aktivis dan pemikir yang memberikan hak yang sama antara laki-laki dan
perempuan.
·
Misalnya Grimke, menyatakan bahwa kelemahan
wanita dalam hal intelektualitas dan kepemimpinan bukanlah hal yang alami,
namun karena adanya penyimpangan-penyimpangan sosial. Sekali perempuan
dibebaskan dari ketidakadilan sosial, maka ia akan mendapatkan hak dan
kesempatan yang sama.
· pandangan gereja terhadap perempuan sangant
buruk, sehingga kondisi perempuan menjajadi terpuruk hingga abad ke-17 M.
Ketika itu perempuan berada pada level perbudakan dan kehinaan yang paling
rendah. Dari sana muncullah gerakan feminis.
· Gerakan ini muncul pada 1785, dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu &
Marquis de Condorcet.
· Sejatinya, gerakan feminis itu muncul untuk
memprotes terhadap Bibel terhadap ketidak puasaan dan ketidak setaraan antara
kaum perempuan.
· Memprotes norma-norma yang berlaku saat itu.
Yaitu, norma-norma gereja pada abad 18, yang menindas perempuan.
· Pada awal abad 20, perempuan telah menempati wilayah yang penting dalam
tradisi gereja modern. Perempuan Katholik telah
bergabung dengan berbagai organisasi dan institusi keagamaan dalam jumlah besar.
· Seperti: pengaruh mereka cukup kuat terutama
dalam bidang pendidikan anak, sekolah tinggi bagi para wanita, keperawatan dan
ilmu kesehatan, pengurusan terhadap anak-anak yatim, dan kepedulian terhadap
pengidap penyakit tertentu (seperti HIV/ AIDS dsb).
· Pada Konsili Vatikan II pada tahun 1960, struktur
organisasi keagamaan Katholik dibebaskan, terutama bagi para perempuan.
Sehingga di akhir pertengahan abad 20, perempuan telah memiliki posisi yang
kuat di mata Gereja karena mereka bertanggung jawab terhadap aspek-aspek
tertentu di bawah naungan gereja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar